Minggu, 29 Desember 2013

Materi Akuntansi Biaya ,Bab Biaya Bahan Baku.


Daftar Isi





PENDAHULUAN


BAB I

1.1.   Latar Belakang Masalah


Biaya bahan baku merupakan salah satu komponen penting dari biaya produksi. Masalah yang dihadapi manajemen berkatitan dengan bahan baku yaitu keterlambatan bahan yang mengganggu proses produksi. Sedangkan bahan baku yang berlebihan akan mengakibatkan pemborosan pada dana yang tertanam pada persediaan bahan. Karena dalam penyimpanan bahan baku menimbulkan beban (biaya) penyimpanan. Pada tahap pengadaan dan penyimpanan bahan baku dari segi akuntansi timbul masalah penentuan harga pokok bahan baku yang dibeli, sedangkan pada saat pemakaian bahan baku timbul masalah penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai.



BAB II

PEMBAHASAN



A.    Biaya Bahan baku

Biaya bahan baku (raw material cost) adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan bahan siap untuk digunakan yang meliputi harga bahan, ongklos angkut, penyimpanan dan lain-lain.
Sebelum dibahas unsur-unsur biaya yang membentuk harga pokok bahan baku yang dibeli, berikut ini diuraikan sistem pembelian lokal bahan baku.
1.           Sistem Pembelian
Sistem pembelian lokal bahan baku terdiri dari prosedur permintaan pembelian, prosedur order pembelan, prosedur penerimaan barang, prosedur pencatatan penerimaan barang di gudang, dan prosedur encatatan utang  .
  Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku
Jika persediaan bahan baku yang ada digudang sudah mencapai jumlah tingkat minimum pemesanan kembali ( reorder point), Bagian gudang kemudian membuat surat permintaan pembelian (purchase requisition) yang kemudian dikirimkan ke bagian pembelian .
  Prosedur Penerimaan Bahan Baku
Pemasok mengirimkan bahan baku kepada perusahaan sesuai dengan surat order pembelian yang diterimanya. Bagian Penerimaan yang bertugas menerima barang, mencocokan kualitas, kuantitas, jenis serta spesifikasi bahan baku yang diterima dari pemasok dengan tembusan surat order pembelian. Apabila bahan baku yang diterima telah sesuai dengan surat order pembelian, Bagian Penerimaan membuat laporan penerimaan barang untuk dikirimkan kepada Bagian Akuntansi.
  Prosedur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku di Bagian Gudang
Bagian Penerimaan menyerahkan bahan baku yang diterima dari pemasok kepada Bagian Gudang. Bagian Gudang menyimpan bahan baku tersebut dan mencatat jumlah bahan baku yang diterima dalam kartu gudang (stock card).
Kartu Gudang di gunakan oleh Bagian Gudang untuk mencatat mutasi tiap-tiap jenis barang gudang. Kart gudang hanya berisi informasi kuantitas tiap-tiap jenis barang yang disimpan di gudang dan tidak berisi informasi mengenai harganya. Catatan kartu guang diawasi bagian akuntansi yang berupa kartu persediaan.
   Prosedur Pencatatan Utang Yang Timbul dari Pembelian Bahan Baku
Bagian pembelian menerima faktur pembelian dari pemasok. Bagian pembelian memberikan tanda tangan diatas faktur pembelian, sebagai tanda persetujuan bahwa faktur dapat dibayar karena pemasok telah memenuhi syarat-syarat pembelian yang ditentukan oleh perusahaan. Faktur pembelian yang telah ditandatangani oleh Bagian Pembelian tersebut diserahkan kepada Bagian Akuntansi. Dalam transaksi pembelian bahan baku, bagian akuntansi memeriksa ketelitian perhitungan dalam faktur pembelian dan mencocokannya dengan informasi dalam tembusan surat order pembelian yang diterima dari Bagian Pembelian dan laporan penerimaan barang yang diterima dari bagian penerimaan.
Faktur pembelian beserta surat order pembelian dan laporan penerimaan barang dicatat oleh bagian akuntansi dlm jurnal pembelian yang kemudian di catat dalam Kartu Persediaan .

B.     Biaya yang Membentuk Harga Pokok Bahan Baku yang  Dibeli


Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkanya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yg dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur pembelian saja.
Sering kali dalam pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya angkutan untuk berbagai macam bahan baku yang dibeli. Hal ini menimbulkan masalah mengenai pengalokasian biaya angkutan tersebut kepada masing” jenis bahan baku yang diangkut.
Perlakuan terhadap biaya angkutan ini dpt dibedakan sbb :
1.         Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli.
2.         Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik.

Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli
Apabila angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, maka alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli  dapat didasarkan pada :
1.                  Perbandingan kuantintas tiap jenis bahan baku yang dibeli.
Contoh :
Perusahaan membeli 3 macam bahan baku dengan jumlah harga dalam faktur sebesar Rp500.000. Biaya angkutan yang dibayar untuk ketiga macam bahan baku tersebut adalah sebesar Rp300.000.  Kuantitas masing-masing jenis bahan baku yang tercamtum dalam faktur adalah bahan baku A=400 kg, bahan baku B=350 kg, bahan baku C=50 kg .
Pembagian biaya angkutan kepada tiap-tiap jenis bahan baku adalah:



Jenis
Bahan Baku
Berat

Harga Pokok Bahan Baku
(ii)xRp 300.000
(iii)
Harga faktur

Kg
(i)
%

(i) : 800
(ii)
A
400
50,00
Rp 150.000
B
350
43,75
131.000
C
50
6,25
18.750

800
100,00
Rp 300.000

2.                  Perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli.
Contoh :
Perusahaan membeli 4 macam bahan baku dengan harga faktur tiap-tiap jenis bahan sebagai berikut : Bahan baku A Rp100.000 , bahan baku B Rp150.000 , bahan baku C Rp225.000 , bahan baku D Rp125.000 . Biaya angkutan 4 jenis bahan baku tersebut adalah Rp48.000 . Jika biaya angkutan tersebut dibagi atas dasar perbandingan harga faktur tiap-tiap jenis bahan baku tersebut, harga pokok tiap jenis bahan baku akan di bebani dengan tambahan biaya angkutan sebesar Rp0,08 (48.000/600.000) . Pembagian biaya angkutan sebesar Rp48.000 adalah sbb :
Jenis Bahan Baku
Harga faktur


(i)
Pembagian Biaya Angkutan
(i)                 x  Rp.0,08
(ii)                
Harga Pokok Bahan Baku
(i)+ (ii)
(iii)
A
Rp 100.000
Rp  8.000
Rp 108.000
B
150.000
12.000
162.000
C
225.000
18.000
243.000
D
125.000
10.000
135.000

Rp 600.000
Rp 48.000
Rp 648.000

3.                  Biaya angkutan diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang dibeli berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.
Untuk meneyederhanakan perhitungan harga pokok bahan baku, biaya angkutan dibebankan kepada bahan baku yang dibeli atas dasar tarif yang ditentukan dimuka. Perhitungan tarif dilakukan dengan menaksir biaya angkutan yang akan dikeluarkan dalam tahun anggaran tertentu. Taksiran biaya angkutan ini kemudian dibagi dengan dasar yang akan digunakan untuk mengalokasikan biaya angkutan tersebut . Pada saat pembelian bahan baku, harga faktur bahan baku harus ditambah dengan biaya angkutan seesar tarif yang telah ditentukan. Biaya angkutkutan yang sesungguhnya dikeluarkan dicatat dalam rekening Biaya Angkutan.
Contoh :
Biaya angkutan yang diperkirakan akan dikeluarkan dalam tahun 20X1 adalah sebesar Rp2.500.000 , dan jumlah bahan baku yang diangkut diperkirakan sebanyak 50.000 kg . Jadi tarif biaya angkut untuk tahun 20X1 adalah sebesar Rp50 per kg bahan baku yang diangkut . Dalam tahun 20X1 jumlah bahan baku yang dibeli dan alokasi angkutan atas dasar tarif  disajikan sebagai berikut :

Jenis Bahan Baku

Berat
Kg


(1)

Harga Faktur



(2)
Biaya Angkutan yg dibebankan atas Dasar Tarif

(1) x Rp50
(3)
Harga Pokok Bahan Baku


(2) + (3)
(4)
A
25.000
Rp  5.000.000
Rp 1.250.000
Rp 6.250.000
B
15.000
4.500.000
750.000
5.250.000
C
10.000
4.000.000
500.000
4.500.000


Rp 13.500.000
Rp 2.500.000
Rp 16.000.000

Jika misalnya biaya angkutan yg sesungguhnya dlm tahun 20XI adalah sebesar Rp2.400.000, maka jurnal yg dibuat dalam tahun 20XI untuk mencatat bahan baku yg dibeli tsb adalah sbb:
(a)               Jurnal pembelian bahan baku
            Persediaan bahan baku                                    Rp13.500.000
                                    Utang dagang                                     Rp13.500.000
(b)               Jurnal pembebanan biaya angkutan atas dasar tarif
            Persediaan bahan baku                                    Rp2.500.000
                        Biaya angkutan                                               Rp2.500.000
(c)                Jurnal pencatatan biaya angkutan yg sesungguhnya terjadi
            Biaya angkutan                                               Rp2.400.000
                        Kas                                                                  Rp2.400.000
(d)               Jurnal penutupan saldo rekening biaya angkutan ke rekening harga pokok penjualan
            Biaya angkutan                                               Rp100.000
                        Harga pokok penjualan                                   Rp100.000
Biaya Angkutan Tidak Diperhitungkan Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku Yang Dibeli, Tetapi Diperlakukan Sebagai Unsur Biaya Overhead Pabrik . Dengan cara ini, biaya angkutan tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur biaya Overhead Pabrik. Pada awal tahun anggaran, jumlah biaya angkutan yang akan dikeluarkan selama satu tahun ditaksir. Jumlah taksiran biaya angkutan ini diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik dalam penentuan tariff biaya overhead pabrik. Biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan kemudian dicatat dalam debit rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.

C.    Penentuan Harga Pokok Bahan Baku

Berbagai macam metode penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi (materials costing methods) diantaranya adalah :Peramalan ekonomi (economic forecast)

1.                 Metode identifikasi khusus.

Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada digudang harus di beri tanda harga pokok per satuan berapa bahan baku tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga persatuanya berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah ada di gudang, harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada harga berapa bahan baku tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang ada di gudang jelas identitas harga pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui harga pokok per satuanya secara tepat.

2.                  Metode biaya standar

Dalam metode ini, bahan baku yg dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebesar harga standar (standar prince) yaitu harga taksirn yang mencerminkan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada saat pakai, bahan baku diebankan kepada produk pada harga standar tersebut.

Jurnal yang di buat saat pembelian bahan baku :
Persediaan Bahan Baku                                                                     XX
           Selisih Harga                                                                                       XX

Untuk mencatat bahan baku yang  dibeli sebesar harga standar :
Selisih Harga                                                                                     XX
           Ytang Dagang                                                                                     XX

Untuk mencatat harga sesungguhnya bahan baku yang dibeli :
Barang Dalam Proses-BBB                                                               XX
           Persediaan Bahan Baku                                                                      XX

Jurnal pada saat pemakaian ahan baku :
BDP-BBB                                                                                        XX
         Persediaan Bahan Baku                                                                      XX

3.                  Metode Rata-Rata Harga Pokok Bahan Baku pada Akhir Bulan

Dalam metode ini, pada tiap akhir bulan dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata per satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang ada di gudang . Harga pokok rata-rata persatuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dalam bulan berikutnya.

4.                  Metode Rata-Rata Rergerak / Rata-Rata Tertimbang

Dalam meode ini, persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata-ratanya, dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuanya . Setiapkali terjadi pembelian yang harga pokok persatuanya berbeda dengan harga rata-rata pokok persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata per satuan yang baru.
Bahan baku yang dipakai dalam proses prouksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahan baku yang dipakai dengan harga pokok rata-rata per satuan bahan baku yang ada di gudang.

Contoh :
Persediaan Bahan Baku A pada 1 Januari 20X1 terdiri dari :
600 kg   @Rp2.400   = Rp1.440.000
400 kg   @Rp2.500   = Rp1.000.000

Tanggal
Kuantitas Kransaksi
Harga beli
kg
Per kg
Jumlah
6/1
Pemakaian
700


15/1
Pembelian
1.200
Rp2.750

17/1
Pembelian
500
Rp3.000
Rp 3.300.000
21/1
Pemakaian
1.100

1.500.000
Jumlah Pemakaian
Rp 4.800.000


D.    Masalah-Masalah Khusus yang Berhubungan Dengan Bahan Baku


1.                  Sisa Bahan ( Scrap Materials )

Sisa bahan merupakan bahan baku yang rusak dalam           proses produksi, sehingga tidak dapat menjadi bagian          produk jadi. Jika sisa bahan tidak mempunyai nilai    jual, akibat yang ditimbulkan adalah harga pokok  persatuan produk jadi lebih tinggi. Jika bahan masih mempunyai nilai jual, masalah yang timbul adalah           bagaimana memperlakukan hasil penjualan sisa bahan tersebut. Hasil penjualan sisa bahan dapat    diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut, sebagai pengurangan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, atau sebagai penghasil di luar            usaha.

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Biaya Bahan Baku     Yang Dipakai Dalam Pesanan Yang Menghasilkan Sisa Bahan Tersebut.
Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan pesanan tertentu, maka hasil penjualan sisa bahan dapat diidentifikasikan dengan pesanan tersebut.

Jurnal saat penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang dagang                                                              XX
            Barang Dlm Proses-Biaya Bahan Baku                                  XX
Hasil penjualan sisa bahan ini juga dicatat dlm kartu hargapokok pesanan yang bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku” sebagai pengurang biaya bahan baku pesanan tersebut

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurangan Terhadap Biaya Overhead Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi.
Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan tertentu, dan sisa bahan merupakan hal yang biasa terjadi dalam roses pengerjaan produk, maka hasil penjualannya dapat diperlakukan sebagai pengurangan biaya Overhead pabrik sesungguhnnya.
Jurnal pada saat penjualan sisa bahan bku adalah :
Kas/ Piutang Dagang                                                              XX
            Biaya Overhead pabrik sesungguhnnya                                  XX

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Di Luar Usaha .
Hasil penjualan sisa bahan dapat pula diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha dan tidak sebagai pengurang biaya produksi .
Jurnal saat penjualan sisa bahan adalah :
Kas / Piutang dagang                                                              XX
            Hasil Penjualan Sisa Bahan                                                     XX

Contoh :
Bagian Produksi menyerahkan 2.000 kg sisa bahan baku ke Bagian Gudang. Sisa bahan tersebut ditaksir laku dijual Rp5000 per kg . Sampai dg akhir periode akuntansi sisa bahan tersebut telah laku dijual sebanyak 1.250 kg dgn harga jual Rp6000 per kg.

Jurnal penyerahan sisa bahan :
Persd. Sisa Bahan    (2000xRp5000)           Rp10.000.000
         Hasil Penjualan                                               Rp10.000.000
Jurnal penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang Dagang          (1.250xRp6000) Rp7.500.000
         Persd. Sisa bahan                                            Rp7.500.000
Jurnal Penyesuaian pd akhir periode:
Hasil Penjualan                    (750xRp5000) Rp3.750.000
         Penghasilan yg blm direalisasikan                   Rp3.750.000
Jurnal penyesuaian karena adanya selisih harga jual : (Rp6000-Rp5000=Rp1000)
Persd. Bahan baku   (1.250xRp1000) Rp1.250.000
         Hasil penjualan                                    Rp1.250.000

Jurnal pencatatan persediaan dan penjualan sisa bahan serta jurnal penyesuaian adanya persediaan yg belum laku dijual dan selisih harga.



2.                  Produk Rusak (Spoiled Goods)

Produk rusak merupakan produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya produksi dan secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk baik.
Perlakuan terhadap produk rusak sangat tergantung dari sifat dan penyebab terjadinya produk rusak, yaitu:
1.      Apabila penyebab terjadinya produk rusak adalah hal yang bersifat luar biasa, misalnya sulitnya proses produksi, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan        sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Apabila produk rusak laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak           akan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
Contoh :
PT Eliona Sari memproduksi atas dasar pesanan. Dalam bulan Januari 20X7 perusahaan menerima pesanan pembuatan 1.000 satuan produk A .
Untuk memenuhi pesanan tersebut perusahaan memproduksi 1.100 satuan produk A dengan biaya produksi sbb :
BBB 75.000 , BTKL 175.000 , BOP dibebankan atas dasar tarif sebesar 150% dari BTKL .
Pada saat pesanan selesai dikerjakan 100 satuan produk rusak, yg secara ekonomis tdk dapat diperbaiki. Produk rusak tersebut diperkirakan laku dijual 350 per satuan.

Jurnal untuk mencatat biaya produksi untuk mengolah 1.100 satuan produk A :
Barang Dlm Proses-BBB                         75.000
Barang Dlm Proses-BTKL                     175.000
Barang Dlm Proses-BOP                       262.000
Persediann Bahan Baku                        75.000
Gaji dan Upah                                     175.000
Biaya Overhead yg dibebankan          262.000

Apabila tidak terdapat produk rusak, maka harga pokok per unit adalah :
Rp512.500/1.100 = Rp 466
Dengan adanya produk rusak 100 unit akan mengakibatkan harga pokok perunitnya menjadi lebih besar karena harga pokok produk rusak dibebankan pada produk yang baik.
Harga produk A yang baik :
Rp512.500/1000 = Rp 513

Jika produk rusak masih laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak dikurangkan dari biaya produksi yang seluruhnya telah dibebankan kepada produk yang baik.  
Pembagian nilai Jual produk sebagai pengurang terhadap tiap-tiap rekening Barang Daam Proses tersebut, didasarkan pada perbandingan tiap-tiap elemen biaya tersebut dalam harga pokok rusak disajikan sebagai berikut :


Pembagian nilai jual produk rusak adalah sbb :
Barang Dlm Proses-BBB           75% x 6.800   =  5.100
Barang Dlm Proses-BTKL         75% x 15.900 = 11.925
Barang Dlm Proses-BOP           75% x 23.900 = 17.925 +
                                                   Jumlah              34.950*
*Jumlah sesungguhnya 35.000, selisih 50 karena ada pembulatan dlm perhitungan.
Jurnal untuk mencatat nilai jual produk rusak dan pengurangan biaya produksi pesanan yang bersangkutan :
Persediaan Produk Rusak (100x350)     35.000
               Barang Dlm Proses-BBB                    5.100
               Barang Dlm Proses-BTKL                  11.925
               Barang Dlm Proses-BOP                    17.925
Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi adalah sbb :
Persediaan Produk jadi              Rp477.500
               BDP-BBB                               Rp69.900
               BDP-BTKL                            Rp163.075
               BDP-BOP                               Rp244.575

Karena produk rusak masih laku dijual seharga Rp35.000maka biaya produksi berkurang menjadi : Rp477.500 (Rp512.500-Rp35.000), sehingga harga pokokpersatuan produk A yg baik adalah Rp477,5 atau Rp478 dari (Rp477.500-1000).

2.      Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat         terjadinya produk rusak dibebankan kepada produk secara        keseluruhan,    dengan cara memperhitugkan kerugian tersebut         didalam tarif biaya       overhead pabrik. Oleh karena itu,       anggaran biaya overhead pabrik yang akan digunakan       untuk menentukan tarif biaya overhead pabrik terdiri dari elemen-elemen berikut :
Biaya bahan penolong                                                                   XX
Biaya  kerja tak langsung                                                              XX
Iaya reparasi dan pemeliharaan                                                     XX
Biaya asuransi                                                                               XX
Biaya overhead pabrik lain                                                           XX
Rugi produk rusak (hasil penjualan-harga pokk produk rusak)    XX
Biaya oerhead pabrik yg dianggarkan                                  = XX
Tarif  BOP = BOP yg dianggarkan / Dasar pembebanan

Contoh :
PT Eliona Sari memproduksi atas dasar pesanan. Karena produk rusak merupakan hal yang biasa terjadi dalam prses pengolahan produk, maka kerugian adanya produk rusak sudah diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP pada awal tahun. Tarif BOP adalah 160% dari BTKL.
Pada tahun 20X7, perusahaan menerima pesanan produk B seanyak 2.000 kg . Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengerjakan pesanan tersebut adalah:
BBB Rp100.000 , BTKL Rp250.000 , BOP Rp400.000 (160%xRp250.000).
Setelah pesanan ini selesai doproduksi, ternyata dari 2.300 kg produk selesai yang dihasilkan terdapat 300 kg produk rusak, yang diperkirakan masih laku dijual Rp200 per kg .
Jurnal mencatat biaya produksi untuk mengolah pesanan B tersebut adalah :
BDP-BBB                                              100.000
BDP-BTKL                                           250.000
BDP-BOP                                              400.000
   Persediaa Bahan Baku                                                100.000
   Gaji dan Upah                                                 250.000
   BOP yg dibebankan                                        400.000

Karena dalam tarif BOP telah diperhitungkan kerugian produk  rusak, maka berarti seluruh produk yang diproduksi  akan dibebani dengan kerugian karena adanya produk rusak tersebut. Oleh karena itu , kerugian yang sesungguhnya timbul dari produk rusak didebitkan dalam rekening BOP sesungguhnya. 
Kerugian karena adanya produk rusak :
Harga pokok produk rusak                    300xRp326* = Rp97.800
Nilai jual produk  rusak                          300xRp200   = Rp60.000
Jadi kerugian produk rusak                                         = Rp37.800

Jurnal pencatatan produk rusak  dan kerugianya adalah :
Persediaan Produk Rusak             60.000
BOP Sesungguhnya                      37.800
      BDP-BBB       (300x43)                      12.900
      BDP-BTKL    (300x109)                    32.700
      BDP-BOP       (300x174)                    52.200
Jurnal pencatatan produk jadi yang baik adalah sbb :
Persediaan produk  jadi    652.000
      BDP-BBB                                           86.000
      BDP-BTKL                                        218.000
      BDP-BOP                                           348.000

3.                   Produk Cacat (Defective Goods)

Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disemurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik.
Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk pengerjaan kembali (rework cost) produk cacat tersebut. Perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan produk rusak (spoiled goods).
Jika produk cacat bukan merupakan hal yang bisa terjadi dalam proses produksi, tetapi karena karakteristik pesanan tetentu, maka biaya pengerjaan kembali produk cacat dapat dibebankan sebagai tambahan biaya prouksi pesanan yang  ersangkutan.
Jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalamproses pengerjaan produk, maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut kedalam tarif BOP. Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang sesungguhnya terjadi didebitkan dalam rekening BOP Sesungguhnya.

Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya Tersebut Dibeankan kepada Pesanan Tertentu .
Contoh :
PT Rimendi menerima pesanan 100 satuan produk X. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah :
BBB Rp40.000, BTKL Rp25.000 , BOP 200% dari BTKL .
Setelah pengolahan 100 satuan produk X tersebut selesai, ternyata terdapat 10 satuan produk cacat tersebut terdiri dari biaya  BTKL Rp 5.000 dan BOP pada tarif yang biasa dipakai .
Jurnal pencatatan produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk cacat tersebut adalah sbb :
Jurnal pencatatan biaya produksi 100 satuan produk X :
BDP-BBB                                     40.000
BDP-BTKL                                  25.000
BDP-BOP                                     50.000
Persediaan Bahan Baku                      40.000
      Gaji dan Upah                                     25.000
      BOP yg diebankan                              50.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut dibebankan sebagai tamahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan :
BDP-Biaya Tenaga Kerja                         5.000
BDP-Biaya Overhead pabrik                    10.000
                  Gaji dan Upah                                                 5.000
                  BOP yang Dibebankan                                   10.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai :
Persediaan Produk Jadi                 130.000
      BDP-BBB                                           40.000
      BDP-BTKL                                        30.000
      BDP-BOP                                           60.000

Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya Tersebut Dibeankan kepada Produksi Secara Keseluruhan.
Contoh :
Di dalam proses produksi PT Eliona selalu terjadi produk cacat, yag secara ekonomis masih dapat diperbaiki dengan cara mengeluarkan biaya pengerjaan kembali. Oleh karena itu, pada waktu menentukan tarif BOP, di dalam anggaran BOP diperhitungkan ditaksiran biaya pengerjaan kembali produk cacat yang akan dikeluarkan selama periode anggaran. Tarif BOP ditentukan sebesar 150% dari BTKL, PT Eliona dalam periode anggaran tersebut menerima pesanan pembuatan 500 satuan produk Y. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah:
BBB Rp100.000 , BTKL Rp124.000 . Setelah pengolahan 500 satuan produk Y tersebut selesai, ternyata terdapat 50 satuan produk cacat. Biaya pengerjaan kembali 50 satuan produk  cacat tersebut terdiri dari : BTKL Rp10.000 , dan BOP pada tarif yang dipakai.
Jurnal pencatatan biaya produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah sbb :



Jurnal pencatatan biaya produksi 500 satuan produk :
BDP-BBB                                                 100.000
BDP-BTKL                                              125.000
BDP-BOP                                                 187.000
      Persediaan Bahan Baku                                  100.000
      Gaji dan Upah                                                 125.000
      BOP yg diebankan                                          187.000

Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut dibebankan kepada produk secara keseluruhan :
BOP Sesungguhnya                                  25.000
      Gaji dan Upah                                     10.000
      BOP yang Dibebankan                                   15.000

Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai :
Persediaan Produk Jadi                             412.000
      BDP-BBB                                                       100.000
      BDP-BTKL                                                    125.000
      BDP-BOP                                                       187.000





BAB III

KESIMPUAN


  1. Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkanya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yg dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur pembelian saja.
Sering kali dalam pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya angkutan untuk berbagai macam bahan baku yang dibeli. Hal ini menimbulkan masalah mengenai pengalokasian biaya angkutan tersebut kepada masing” jenis bahan baku yang diangkut.Model yang paling tepat harus dipilih dalam melakukan peramalan.



BAB IV

DAFTAR PUTAKA



2 komentar: