Daftar
Isi
PENDAHULUAN
BAB
I
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Biaya
bahan baku merupakan salah satu komponen penting dari biaya produksi. Masalah
yang dihadapi manajemen berkatitan dengan bahan baku yaitu keterlambatan bahan
yang mengganggu proses produksi. Sedangkan bahan baku yang berlebihan akan
mengakibatkan pemborosan pada dana yang tertanam pada persediaan bahan. Karena
dalam penyimpanan bahan baku menimbulkan beban (biaya) penyimpanan. Pada tahap
pengadaan dan penyimpanan bahan baku dari segi akuntansi timbul masalah
penentuan harga pokok bahan baku yang dibeli, sedangkan pada saat pemakaian
bahan baku timbul masalah penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biaya Bahan baku
Biaya
bahan baku (raw material cost) adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai
dengan bahan siap untuk digunakan yang meliputi harga bahan, ongklos angkut,
penyimpanan dan lain-lain.
Sebelum
dibahas unsur-unsur biaya yang membentuk harga pokok bahan baku yang dibeli, berikut
ini diuraikan sistem pembelian lokal bahan baku.
1.
Sistem
Pembelian
Sistem pembelian
lokal bahan baku terdiri dari prosedur permintaan pembelian, prosedur order
pembelan, prosedur penerimaan barang, prosedur pencatatan penerimaan barang di
gudang, dan prosedur encatatan utang .
• Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku
Jika persediaan
bahan baku yang ada digudang sudah mencapai jumlah tingkat minimum pemesanan
kembali ( reorder point), Bagian gudang kemudian membuat surat permintaan
pembelian (purchase requisition) yang kemudian dikirimkan ke bagian pembelian .
• Prosedur Penerimaan Bahan Baku
Pemasok
mengirimkan bahan baku kepada perusahaan sesuai dengan surat order pembelian
yang diterimanya. Bagian Penerimaan yang bertugas menerima barang, mencocokan
kualitas, kuantitas, jenis serta spesifikasi bahan baku yang diterima dari
pemasok dengan tembusan surat order pembelian. Apabila bahan baku yang diterima
telah sesuai dengan surat order pembelian, Bagian Penerimaan membuat laporan
penerimaan barang untuk dikirimkan kepada Bagian Akuntansi.
• Prosedur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku
di Bagian Gudang
Bagian Penerimaan
menyerahkan bahan baku yang diterima dari pemasok kepada Bagian Gudang. Bagian
Gudang menyimpan bahan baku tersebut dan mencatat jumlah bahan baku yang
diterima dalam kartu gudang (stock card).
Kartu Gudang di
gunakan oleh Bagian Gudang untuk mencatat mutasi tiap-tiap jenis barang gudang.
Kart gudang hanya berisi informasi kuantitas tiap-tiap jenis barang yang
disimpan di gudang dan tidak berisi informasi mengenai harganya. Catatan kartu
guang diawasi bagian akuntansi yang berupa kartu persediaan.
• Prosedur
Pencatatan Utang Yang Timbul dari Pembelian Bahan Baku
Bagian pembelian
menerima faktur pembelian dari pemasok. Bagian pembelian memberikan tanda
tangan diatas faktur pembelian, sebagai tanda persetujuan bahwa faktur dapat
dibayar karena pemasok telah memenuhi syarat-syarat pembelian yang ditentukan
oleh perusahaan. Faktur pembelian yang telah ditandatangani oleh Bagian
Pembelian tersebut diserahkan kepada Bagian Akuntansi. Dalam transaksi
pembelian bahan baku, bagian akuntansi memeriksa ketelitian perhitungan dalam
faktur pembelian dan mencocokannya dengan informasi dalam tembusan surat order
pembelian yang diterima dari Bagian Pembelian dan laporan penerimaan barang
yang diterima dari bagian penerimaan.
Faktur pembelian
beserta surat order pembelian dan laporan penerimaan barang dicatat oleh bagian
akuntansi dlm jurnal pembelian yang kemudian di catat dalam Kartu Persediaan .
B.
Biaya yang Membentuk Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli
Semua biaya yang
terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkanya dalam keadaan siap
untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yg dibeli. Oleh karena
itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam
faktur pembelian saja.
Sering kali dalam
pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya angkutan untuk berbagai macam
bahan baku yang dibeli. Hal ini menimbulkan masalah mengenai pengalokasian
biaya angkutan tersebut kepada masing” jenis bahan baku yang diangkut.
Perlakuan
terhadap biaya angkutan ini dpt dibedakan sbb :
1.
Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan
harga pokok bahan baku yang dibeli.
2.
Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai
tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur
biaya overhead pabrik.
Biaya
angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli
Apabila
angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, maka
alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli dapat didasarkan pada :
1.
Perbandingan
kuantintas tiap jenis bahan baku yang dibeli.
Contoh :
Perusahaan membeli 3 macam bahan baku
dengan jumlah harga dalam faktur sebesar Rp500.000. Biaya angkutan yang dibayar
untuk ketiga macam bahan baku tersebut adalah sebesar Rp300.000. Kuantitas masing-masing jenis bahan baku yang
tercamtum dalam faktur adalah bahan baku A=400 kg, bahan baku B=350 kg, bahan
baku C=50 kg .
Pembagian biaya angkutan kepada tiap-tiap
jenis bahan baku adalah:
Jenis
Bahan Baku
|
Berat
|
Harga Pokok Bahan Baku
(ii)xRp 300.000
(iii)
|
|
Harga faktur
Kg
(i)
|
%
(i)
: 800
(ii)
|
||
A
|
400
|
50,00
|
Rp 150.000
|
B
|
350
|
43,75
|
131.000
|
C
|
50
|
6,25
|
18.750
|
|
800
|
100,00
|
Rp 300.000
|
2.
Perbandingan
harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli.
Contoh
:
Perusahaan
membeli 4 macam bahan baku dengan harga faktur tiap-tiap jenis bahan sebagai
berikut : Bahan baku A Rp100.000 , bahan baku B Rp150.000 , bahan baku C
Rp225.000 , bahan baku D Rp125.000 . Biaya angkutan 4 jenis bahan baku tersebut
adalah Rp48.000 . Jika biaya angkutan tersebut dibagi atas dasar perbandingan
harga faktur tiap-tiap jenis bahan baku tersebut, harga pokok tiap jenis bahan
baku akan di bebani dengan tambahan biaya angkutan sebesar Rp0,08
(48.000/600.000) . Pembagian biaya angkutan sebesar Rp48.000 adalah sbb :
Jenis Bahan Baku
|
Harga faktur
(i)
|
Pembagian Biaya Angkutan
(i)
x Rp.0,08
(ii)
|
Harga Pokok Bahan Baku
(i)+
(ii)
(iii)
|
A
|
Rp 100.000
|
Rp 8.000
|
Rp 108.000
|
B
|
150.000
|
12.000
|
162.000
|
C
|
225.000
|
18.000
|
243.000
|
D
|
125.000
|
10.000
|
135.000
|
|
Rp 600.000
|
Rp 48.000
|
Rp 648.000
|
3.
Biaya
angkutan diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang dibeli berdasarkan
tarif yang ditentukan di muka.
Untuk
meneyederhanakan perhitungan harga pokok bahan baku, biaya angkutan dibebankan
kepada bahan baku yang dibeli atas dasar tarif yang ditentukan dimuka.
Perhitungan tarif dilakukan dengan menaksir biaya angkutan yang akan
dikeluarkan dalam tahun anggaran tertentu. Taksiran biaya angkutan ini kemudian
dibagi dengan dasar yang akan digunakan untuk mengalokasikan biaya angkutan
tersebut . Pada saat pembelian bahan baku, harga faktur bahan baku harus
ditambah dengan biaya angkutan seesar tarif yang telah ditentukan. Biaya
angkutkutan yang sesungguhnya dikeluarkan dicatat dalam rekening Biaya
Angkutan.
Contoh
:
Biaya
angkutan yang diperkirakan akan dikeluarkan dalam tahun 20X1 adalah sebesar
Rp2.500.000 , dan jumlah bahan baku yang diangkut diperkirakan sebanyak 50.000
kg . Jadi tarif biaya angkut untuk tahun 20X1 adalah sebesar Rp50 per kg bahan
baku yang diangkut . Dalam tahun 20X1 jumlah bahan baku yang dibeli dan alokasi
angkutan atas dasar tarif disajikan
sebagai berikut :
Jenis Bahan Baku
|
Berat
Kg
(1)
|
Harga
Faktur
(2)
|
Biaya
Angkutan yg dibebankan atas Dasar Tarif
(1) x Rp50
(3)
|
Harga
Pokok Bahan Baku
(2) + (3)
(4)
|
A
|
25.000
|
Rp 5.000.000
|
Rp 1.250.000
|
Rp 6.250.000
|
B
|
15.000
|
4.500.000
|
750.000
|
5.250.000
|
C
|
10.000
|
4.000.000
|
500.000
|
4.500.000
|
|
|
Rp 13.500.000
|
Rp 2.500.000
|
Rp
16.000.000
|
Jika misalnya biaya angkutan yg sesungguhnya dlm tahun
20XI adalah sebesar Rp2.400.000, maka jurnal yg dibuat dalam tahun 20XI untuk
mencatat bahan baku yg dibeli tsb adalah sbb:
(a)
Jurnal pembelian bahan baku
Persediaan
bahan baku Rp13.500.000
Utang
dagang Rp13.500.000
(b)
Jurnal pembebanan biaya angkutan atas
dasar tarif
Persediaan
bahan baku Rp2.500.000
Biaya
angkutan Rp2.500.000
(c)
Jurnal pencatatan biaya angkutan yg
sesungguhnya terjadi
Biaya
angkutan Rp2.400.000
Kas Rp2.400.000
(d)
Jurnal penutupan saldo rekening biaya
angkutan ke rekening harga pokok penjualan
Biaya
angkutan Rp100.000
Harga
pokok penjualan Rp100.000
Biaya
Angkutan Tidak Diperhitungkan Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku Yang
Dibeli, Tetapi Diperlakukan Sebagai Unsur Biaya Overhead Pabrik . Dengan
cara ini, biaya angkutan tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok
bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur biaya Overhead Pabrik.
Pada awal tahun anggaran, jumlah biaya angkutan yang akan dikeluarkan selama
satu tahun ditaksir. Jumlah taksiran biaya angkutan ini diperhitungkan sebagai
unsur biaya overhead pabrik dalam penentuan tariff biaya overhead pabrik. Biaya
angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan kemudian dicatat dalam debit rekening
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.
C.
Penentuan Harga Pokok Bahan Baku
Berbagai
macam metode penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi
(materials costing methods) diantaranya adalah :Peramalan ekonomi (economic
forecast)
1.
Metode
identifikasi khusus.
Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada
digudang harus di beri tanda harga pokok per satuan berapa bahan baku tersebut
dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga persatuanya berbeda dengan harga
per satuan bahan baku yang sudah ada di gudang, harus dipisahkan penyimpanannya
dan diberi tanda pada harga berapa bahan baku tersebut dibeli. Dalam metode
ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang ada di gudang jelas identitas harga
pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui harga pokok per
satuanya secara tepat.
2.
Metode biaya standar
Dalam metode ini, bahan baku yg
dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebesar harga standar (standar prince)
yaitu harga taksirn yang mencerminkan harga yang diperkirakan untuk tahun
anggaran tertentu. Pada saat pakai, bahan baku diebankan kepada produk pada
harga standar tersebut.
Jurnal yang di buat saat
pembelian bahan baku :
Persediaan Bahan Baku XX
Selisih
Harga XX
Untuk mencatat bahan baku
yang dibeli sebesar harga standar :
Selisih Harga XX
Ytang
Dagang XX
Untuk mencatat harga sesungguhnya
bahan baku yang dibeli :
Barang Dalam Proses-BBB XX
Persediaan
Bahan Baku XX
Jurnal pada saat pemakaian ahan
baku :
BDP-BBB XX
Persediaan
Bahan Baku XX
3.
Metode Rata-Rata Harga Pokok Bahan Baku pada
Akhir Bulan
Dalam metode
ini, pada tiap akhir bulan dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata per
satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang ada di gudang . Harga pokok
rata-rata persatuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok bahan
baku yang dipakai dalam produksi dalam bulan berikutnya.
4.
Metode Rata-Rata Rergerak / Rata-Rata Tertimbang
Dalam meode ini,
persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata-ratanya,
dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuanya . Setiapkali
terjadi pembelian yang harga pokok persatuanya berbeda dengan harga rata-rata
pokok persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan harga pokok
rata-rata per satuan yang baru.
Bahan baku yang
dipakai dalam proses prouksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah
satuan bahan baku yang dipakai dengan harga pokok rata-rata per satuan bahan
baku yang ada di gudang.
Contoh :
Persediaan
Bahan Baku A pada 1 Januari 20X1 terdiri dari :
600 kg @Rp2.400
= Rp1.440.000
400 kg @Rp2.500
= Rp1.000.000
Tanggal
|
Kuantitas
Kransaksi
|
Harga
beli
kg
|
Per
kg
|
Jumlah
|
6/1
|
Pemakaian
|
700
|
|
|
15/1
|
Pembelian
|
1.200
|
Rp2.750
|
|
17/1
|
Pembelian
|
500
|
Rp3.000
|
Rp 3.300.000
|
21/1
|
Pemakaian
|
1.100
|
|
1.500.000
|
Jumlah
Pemakaian
|
Rp
4.800.000
|
D.
Masalah-Masalah Khusus yang Berhubungan Dengan
Bahan Baku
1.
Sisa Bahan ( Scrap Materials )
Sisa bahan
merupakan bahan baku yang rusak dalam proses
produksi, sehingga tidak dapat menjadi bagian produk
jadi. Jika sisa bahan tidak mempunyai nilai jual,
akibat yang ditimbulkan adalah harga pokok
persatuan produk jadi lebih tinggi. Jika bahan masih mempunyai nilai
jual, masalah yang timbul adalah bagaimana
memperlakukan hasil penjualan sisa bahan tersebut. Hasil penjualan sisa bahan
dapat diperlakukan sebagai pengurang
biaya bahan baku pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut, sebagai
pengurangan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, atau sebagai
penghasil di luar usaha.
Hasil
Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Biaya Bahan Baku Yang Dipakai Dalam Pesanan Yang Menghasilkan
Sisa Bahan Tersebut.
Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik
proses pengolahan pesanan tertentu, maka hasil penjualan sisa bahan dapat
diidentifikasikan dengan pesanan tersebut.
Jurnal saat penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang dagang XX
Barang
Dlm Proses-Biaya Bahan Baku XX
Hasil penjualan sisa bahan ini juga dicatat
dlm kartu hargapokok pesanan yang bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku”
sebagai pengurang biaya bahan baku pesanan tersebut
Hasil
Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurangan Terhadap Biaya Overhead
Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi.
Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan
dengan pesanan tertentu, dan sisa bahan merupakan hal yang biasa terjadi dalam
roses pengerjaan produk, maka hasil penjualannya dapat diperlakukan sebagai
pengurangan biaya Overhead pabrik sesungguhnnya.
Jurnal pada saat penjualan sisa bahan bku
adalah :
Kas/ Piutang Dagang XX
Biaya
Overhead pabrik sesungguhnnya XX
Hasil
Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Di Luar Usaha .
Hasil penjualan sisa bahan dapat pula
diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha dan tidak sebagai pengurang
biaya produksi .
Jurnal saat penjualan sisa bahan adalah :
Kas / Piutang dagang XX
Hasil
Penjualan Sisa Bahan XX
Contoh :
Bagian Produksi menyerahkan 2.000 kg sisa
bahan baku ke Bagian Gudang. Sisa bahan tersebut ditaksir laku dijual Rp5000
per kg . Sampai dg akhir periode akuntansi sisa bahan tersebut telah laku
dijual sebanyak 1.250 kg dgn harga jual Rp6000 per kg.
Jurnal penyerahan sisa bahan :
Persd. Sisa Bahan (2000xRp5000) Rp10.000.000
Hasil Penjualan Rp10.000.000
Persd. Sisa Bahan (2000xRp5000) Rp10.000.000
Hasil Penjualan Rp10.000.000
Jurnal
penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang Dagang (1.250xRp6000) Rp7.500.000
Persd.
Sisa bahan Rp7.500.000
Jurnal
Penyesuaian pd akhir periode:
Hasil Penjualan (750xRp5000) Rp3.750.000
Penghasilan
yg blm direalisasikan Rp3.750.000
Jurnal
penyesuaian karena adanya selisih harga jual : (Rp6000-Rp5000=Rp1000)
Persd. Bahan baku (1.250xRp1000) Rp1.250.000
Hasil
penjualan Rp1.250.000
Jurnal
pencatatan persediaan dan penjualan sisa bahan serta jurnal penyesuaian adanya
persediaan yg belum laku dijual dan selisih harga.
2.
Produk
Rusak (Spoiled Goods)
Produk rusak merupakan produk yang tidak memenuhi
standar kualitas yang telah ditetapkan. Produk rusak merupakan produk yang
telah menyerap biaya produksi dan secara ekonomis tidak dapat diperbaiki
menjadi produk baik.
Perlakuan terhadap produk rusak sangat tergantung
dari sifat dan penyebab terjadinya produk rusak, yaitu:
1.
Apabila
penyebab terjadinya produk rusak adalah hal yang bersifat luar biasa, misalnya
sulitnya proses produksi, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan.
Apabila produk rusak laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak akan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang
bersangkutan.
Contoh :
PT Eliona Sari
memproduksi atas dasar pesanan. Dalam bulan Januari 20X7 perusahaan menerima
pesanan pembuatan 1.000 satuan produk A .
Untuk memenuhi
pesanan tersebut perusahaan memproduksi 1.100 satuan produk A dengan biaya
produksi sbb :
BBB 75.000 ,
BTKL 175.000 , BOP dibebankan atas dasar tarif sebesar 150% dari BTKL .
Pada saat
pesanan selesai dikerjakan 100 satuan produk rusak, yg secara ekonomis tdk
dapat diperbaiki. Produk rusak tersebut diperkirakan laku dijual 350 per
satuan.
Jurnal untuk
mencatat biaya produksi untuk mengolah 1.100 satuan produk A :
Barang Dlm
Proses-BBB 75.000
Barang Dlm
Proses-BTKL 175.000
Barang Dlm
Proses-BOP 262.000
Persediann Bahan Baku 75.000
Gaji dan Upah 175.000
Biaya Overhead yg dibebankan 262.000
Apabila tidak terdapat produk rusak, maka harga
pokok per unit adalah :
Rp512.500/1.100
= Rp 466
Dengan adanya produk rusak 100 unit akan mengakibatkan harga pokok
perunitnya menjadi lebih besar karena harga pokok produk rusak dibebankan pada produk
yang baik.
Harga produk A
yang baik :
Rp512.500/1000
= Rp 513
Jika produk
rusak masih laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak dikurangkan dari
biaya produksi yang seluruhnya telah dibebankan kepada produk yang baik.
Pembagian nilai
Jual produk sebagai pengurang terhadap tiap-tiap rekening Barang Daam Proses
tersebut, didasarkan pada perbandingan tiap-tiap elemen biaya tersebut dalam
harga pokok rusak disajikan sebagai berikut :
Pembagian nilai jual produk rusak adalah
sbb :
Barang Dlm
Proses-BBB 75% x 6.800 =
5.100
Barang Dlm
Proses-BTKL 75% x 15.900 = 11.925
Barang Dlm
Proses-BOP 75% x 23.900 = 17.925
+
Jumlah 34.950*
*Jumlah
sesungguhnya 35.000, selisih 50 karena ada pembulatan dlm perhitungan.
Jurnal untuk mencatat nilai jual produk
rusak dan pengurangan biaya produksi pesanan yang bersangkutan :
Persediaan
Produk Rusak (100x350) 35.000
Barang
Dlm Proses-BBB 5.100
Barang
Dlm Proses-BTKL 11.925
Barang
Dlm Proses-BOP 17.925
Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi
adalah sbb :
Persediaan Produk jadi Rp477.500
BDP-BBB Rp69.900
BDP-BTKL Rp163.075
BDP-BOP Rp244.575
Karena produk
rusak masih laku dijual seharga Rp35.000maka biaya produksi berkurang menjadi :
Rp477.500 (Rp512.500-Rp35.000), sehingga harga pokokpersatuan produk A yg baik
adalah Rp477,5 atau Rp478 dari (Rp477.500-1000).
2. Jika
produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,
maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya
produk rusak dibebankan kepada produk secara keseluruhan,
dengan cara memperhitugkan kerugian
tersebut didalam tarif biaya overhead pabrik. Oleh karena itu, anggaran biaya overhead pabrik yang akan
digunakan untuk menentukan tarif biaya
overhead pabrik terdiri dari elemen-elemen berikut :
Biaya bahan
penolong XX
Biaya kerja tak langsung XX
Iaya reparasi
dan pemeliharaan XX
Biaya asuransi XX
Biaya overhead
pabrik lain XX
Rugi produk
rusak (hasil penjualan-harga pokk produk rusak) XX
Biaya oerhead pabrik yg dianggarkan = XX
Tarif
BOP = BOP yg dianggarkan / Dasar pembebanan
Contoh :
PT Eliona Sari
memproduksi atas dasar pesanan. Karena produk rusak merupakan hal yang biasa
terjadi dalam prses pengolahan produk, maka kerugian adanya produk rusak sudah
diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP pada awal tahun. Tarif BOP adalah 160%
dari BTKL.
Pada tahun
20X7, perusahaan menerima pesanan produk B seanyak 2.000 kg . Biaya produksi
yang dikeluarkan untuk mengerjakan pesanan tersebut adalah:
BBB Rp100.000
, BTKL Rp250.000 , BOP Rp400.000 (160%xRp250.000).
Setelah
pesanan ini selesai doproduksi, ternyata dari 2.300 kg produk selesai yang
dihasilkan terdapat 300 kg produk rusak, yang diperkirakan masih laku dijual
Rp200 per kg .
Jurnal mencatat biaya produksi untuk mengolah pesanan B tersebut adalah
:
BDP-BBB 100.000
BDP-BTKL 250.000
BDP-BOP 400.000
Persediaa
Bahan Baku 100.000
Gaji
dan Upah 250.000
BOP
yg dibebankan 400.000
Karena dalam
tarif BOP telah diperhitungkan kerugian produk
rusak, maka berarti seluruh produk yang diproduksi akan dibebani dengan kerugian karena adanya
produk rusak tersebut. Oleh karena itu , kerugian yang sesungguhnya timbul dari
produk rusak didebitkan dalam rekening BOP sesungguhnya.
Kerugian
karena adanya produk rusak :
Harga pokok
produk rusak 300xRp326*
= Rp97.800
Nilai jual
produk rusak 300xRp200 = Rp60.000
Jadi kerugian
produk rusak = Rp37.800
Jurnal pencatatan produk rusak
dan kerugianya adalah :
Persediaan
Produk Rusak 60.000
BOP Sesungguhnya 37.800
BDP-BBB (300x43) 12.900
BDP-BTKL (300x109) 32.700
BDP-BOP (300x174) 52.200
Jurnal pencatatan produk jadi yang baik
adalah sbb :
Persediaan
produk jadi 652.000
BDP-BBB 86.000
BDP-BTKL 218.000
BDP-BOP 348.000
3.
Produk Cacat (Defective Goods)
Produk cacat
adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi
dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk
tersebut secara ekonomis dapat disemurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik.
Masalah yang
timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk
pengerjaan kembali (rework cost) produk cacat tersebut. Perlakuan terhadap
biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan produk rusak (spoiled
goods).
Jika produk cacat bukan merupakan hal yang
bisa terjadi dalam proses produksi, tetapi karena karakteristik pesanan
tetentu, maka biaya pengerjaan kembali produk cacat dapat dibebankan sebagai
tambahan biaya prouksi pesanan yang
ersangkutan.
Jika produk cacat merupakan hal yang biasa
terjadi dalamproses pengerjaan produk, maka biaya pengerjaan kembali dapat
dibebankan kepada seluruh produksi dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan
kembali tersebut kedalam tarif BOP. Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang
sesungguhnya terjadi didebitkan dalam rekening BOP Sesungguhnya.
Pencatatan Biaya Pengerjaan
Kembali Produk Cacat Jika Biaya Tersebut Dibeankan kepada Pesanan Tertentu .
Contoh :
PT Rimendi menerima pesanan 100 satuan
produk X. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah
:
BBB Rp40.000, BTKL Rp25.000 ,
BOP 200% dari BTKL .
Setelah pengolahan 100 satuan
produk X tersebut selesai, ternyata terdapat 10 satuan produk cacat tersebut
terdiri dari biaya BTKL Rp 5.000 dan BOP
pada tarif yang biasa dipakai .
Jurnal pencatatan produksi
pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk cacat tersebut adalah sbb
:
Jurnal pencatatan biaya produksi 100 satuan
produk X :
BDP-BBB 40.000
BDP-BTKL 25.000
BDP-BOP 50.000
Persediaan Bahan Baku 40.000
Gaji dan Upah 25.000
BOP yg diebankan 50.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali
produk cacat jika biaya tersebut dibebankan sebagai tamahan biaya produksi
pesanan yang bersangkutan :
BDP-Biaya Tenaga
Kerja 5.000
BDP-Biaya
Overhead pabrik 10.000
Gaji
dan Upah 5.000
BOP
yang Dibebankan 10.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk
selesai :
Persediaan
Produk Jadi 130.000
BDP-BBB 40.000
BDP-BTKL 30.000
BDP-BOP 60.000
Pencatatan
Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya Tersebut Dibeankan kepada
Produksi Secara Keseluruhan.
Contoh :
Di dalam proses
produksi PT Eliona selalu terjadi produk cacat, yag secara ekonomis masih dapat
diperbaiki dengan cara mengeluarkan biaya pengerjaan kembali. Oleh karena itu,
pada waktu menentukan tarif BOP, di dalam anggaran BOP diperhitungkan
ditaksiran biaya pengerjaan kembali produk cacat yang akan dikeluarkan selama
periode anggaran. Tarif BOP ditentukan sebesar 150% dari BTKL, PT Eliona dalam
periode anggaran tersebut menerima pesanan pembuatan 500 satuan produk Y. Biaya
produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah:
BBB Rp100.000 ,
BTKL Rp124.000 . Setelah pengolahan 500 satuan produk Y tersebut selesai,
ternyata terdapat 50 satuan produk cacat. Biaya pengerjaan kembali 50 satuan
produk cacat tersebut terdiri dari :
BTKL Rp10.000 , dan BOP pada tarif yang dipakai.
Jurnal
pencatatan biaya produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk
cacat adalah sbb :
Jurnal pencatatan biaya produksi 500 satuan
produk :
BDP-BBB 100.000
BDP-BTKL 125.000
BDP-BOP 187.000
Persediaan Bahan Baku 100.000
Gaji dan Upah 125.000
BOP yg diebankan 187.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali
produk cacat jika biaya tersebut dibebankan kepada produk secara keseluruhan :
BOP Sesungguhnya 25.000
Gaji dan Upah 10.000
BOP yang Dibebankan 15.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk
selesai :
Persediaan
Produk Jadi 412.000
BDP-BBB 100.000
BDP-BTKL 125.000
BDP-BOP 187.000
BAB III
KESIMPUAN
- Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku
dan untuk menempatkanya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur
harga pokok bahan baku yg dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku
tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur pembelian saja.
Sering kali dalam
pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya angkutan untuk berbagai macam
bahan baku yang dibeli. Hal ini menimbulkan masalah mengenai pengalokasian
biaya angkutan tersebut kepada masing” jenis bahan baku yang diangkut.Model
yang paling tepat harus dipilih dalam melakukan peramalan.
terima kasih infonya
BalasHapusijin save page juga mas
ijin share
BalasHapus